1. a. Perspektif Ontologi Pendidikan Islam.
Masalah-masalah pendidikan Islam yang
menjadi perhatian ontologi -menurut Muhaimin[7]-
adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan Islam
diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia.
Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada: apa saja potensi yang
dimiliki manusia? Dalam Al-Qur’a>n dan Al-H}adi>th terdapat istilah fit}rah,
samakah potensi dengan fit}rah tersebut? Potensi dan atau fit}rah
apa dan dimana yang perlu mendapat prioritas pengembangan dalam pendidikan
Islam? Apakah potensi dan atau fit}rah itu merupakan pembawaan (faktor
dasar) yang tidak akan mengalami perubahan, ataukah ia dapat berkembang melalui
lingkungan atau faktor ajar ?
Lebih luas lagi
apa hakekat budaya yang perlu diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya? Ataukah hanya ajaran dan nilai Islam sebagaimana terwujut dalam
realitas sejarah umat Islam yang perlu diwariskan kepada generasi berikutnya?
Inilah aspek ontologis yang perlu mendapat penegasan.
b. Perspektif
Epistemologi Pendidikan Islam
Analisis
epistemologis tentang pendidikan Islam terkait dengan landasan dan metode
pendidikan Islam. Kegiatan pendidikan tertuju pada manusia, dan oleh karenaya
menyentuh filsafat tentang manusia. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan
mengubah manusia sehingga mengembangkan hakikat kemanusiaan. Kegiatan
pendidikan dilakukan terhadap manusia dan oleh manusia, yang bertujuan
mengembangkan potensi kemanusiaan, dan hal ini dapat terjadi jika manusia
memang “animal educandum, educabile, dan educans”.
Epistemologis bahwa manusia adalah animal
educandum, educabile dan educans tersebut merupakan hasil analisis
Langeveld, seorang Paedagog Belanda. Analisis fenomenologis tentang manusia
sebagai sasaran tindak mendidik ini menegakkan paedagogik (ilmu pendidikan)
sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang patut dipertimbangkan. Paedagogik
sebagai ilmu pengetahuan melukiskan bahan pengetahuan pendidikan yang
bermanfaat untuk melakukan pengajaran ilmu pengetahuan di sekolah.
Analisis epistemologis dan metode
fenomenologi tentang kegiatan pendidikan –menurut Dimyati- telah melahirkan
paedagogik sebagai ilmu yang otonom. Sedangkan analisis epistemologi dengan
pragmatismenya melahirkan philosophy of education sebagai cabang
filsafat khusus. Secara analisis pragmatis, kegiatan pendidikan dipandang
sebagai bagian integral kebudayaan; dalam hal ini kegiatan pendidikan
dipandang sebagai penerapan pandangan filsafat manusia terhadap anak manusia.[8]
Implikasinya, dapat diilustrasikan jika manusia dipandang sebagai makhluk
rasional, maka kegiatan pendidikan terhadap manusia adalah membuat manusia
menjadi makhluk yang mampu menggunakan dan mengembangkan akalnya untuk
memecahkan masalah-masalah kebudayaan manusia.
c. Perspektif
Aksiologi Pendidikan Islam.
Dalam bidang aksiologi, masalah etika
yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi
karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan
karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi
Muh}ammad sendiri diutus untuk misi utama memperbaiki dan menyempurnakan
kemuliaan dan kebaikan akhlak umat manusia.
Disamping itu
pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak
dapat lepas dari sistem nilai tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari
tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, karena
keindahan merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap ciptaan Allah.
Tuhan sendiri Maha Indah dan menyukai keindahan.
Disamping itu
pendidikan Islam sebagai fenomena kehidupan sosial, kulturan dan seni tidak
dapat lepas dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur
seni, terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan
indah.
Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia
ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa
manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta
dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga
situasi pendidikan memiliki bobot ni
2.
Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.
1. Ta’lim
secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
2. Ta’dib,
merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
3.Tarbiyah,
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:
1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.
2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki terhadap anak.
7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan pengembangan jasad, akal, jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam.
1. Ta’lim
secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
2. Ta’dib,
merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
3.Tarbiyah,
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:
1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.
2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki terhadap anak.
7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan pengembangan jasad, akal, jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam.
3. Aliran
a)
Aliran Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata Natives yang artinya
terlahir. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar
terhadap pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer (1788-1869), seoran filosofis Jerman. Airan ini identik dengan
pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Aliran ini
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu
lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya.
Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah
sifat-sifat pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut
pesimistis pedagogis. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan
anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi
nativisme lingkungan lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak,
penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka
dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia
akan baik.
Pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran
nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai
pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di
tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas
mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah mempunyai
bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan memarahinya supaya
mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik dan dia akan
tetap berbakat menjadi pemusik.
b)
Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir aliran ini
di pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau (1712-1778). Berbeda
dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk, bagaimana
hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidikan yang
diterimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh itu baik maka akan baiklah
ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya.
Dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseau sebagai
berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta,
tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik
Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh
dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang
dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di
sebut negativisme.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan yang di
laksanakan adalah menyerahkan anak didik kealam, agar pembawaan yang baik itu
tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan
itu. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba
di buat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiyah sejak
saat kelahirannya itu dapat berkembang secara sepontan dan bebas. Ia
mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan
pembawaannya, kemampuannya dan kecenderungannya. Jadi menurut aliran ini
pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di ketahui, gagasan
naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malahan
terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan.
c) Aliran
Empirisme
Kebalikan dari aliran empirisme dan naturalisme adalah
empirisme dengan tokoh utama Jhon Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini
adalah The School of British Empirism (aliran empirisme inggris).
Doktrin aliran empirisme yang sangat mashur adalah tabula rasa, sebuah istilah
bahasa Latin yang berarti buku tulis yang kosong atau lembaran kosong. Doktrin
tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam
arti perkembangan manusia semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidikannya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir di anggap tidak ada
pengaruhnya.
Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap anak
lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong dan tak punya kemapuan apa-apa.
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan aliran nativisme dan naturalisme
karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu
sama sekali di tentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman
yang di terimanya sejak kecil, manusia-manusia dapat di didik menjadi apa saja
kearah yang baik maupun kearah yang buruk menurut kehendak lingkungan atau
pendidikannya. Dalam pendidikan pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama
optimisme pedagogis.
Kaum behaviouris pun sependapat dengan kaum empiris, sebagai
contoh di kemukakan di sini kata-kata waston, seorang behaviouris tulen dari
Amerika ”berilah saya anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya
butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan
dokter, seorang pedagang, seorang ahli hukum, atau jika memang di kehendaki
menjadi seorang pengemis atau pencuri”.
Dari pemaparan dan contoh di atas jelas menurut pandangan
empirisme bahwa peran pendidik sangat penting sebab akan mencetak anak didik
sesuai keinginan pendidik tapi dalam dunia pengetahuan pendapat seperti ini
sudah tidak di akui lagi, umumnya orang sekarang mengakui adanya perkembangan
dari pengaruh pembawaan dan lingkungan. Suatu pembawaan tidak dapat mencapai
perkembangannya jika tidak di pengaruhi oleh lingkungan di samping itu orang
berpendapat bahwa dalam batas-batas yang tertentu kita dilahirkan dengan
membawa intelegensi. Di katakan dalam batas-batas tertentu karena sepanjang
pengetahuan kita tahu bahwa intelegensi dapat kita kembangkan.
d)
Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di
atas, aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang
pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang Sama pentingnya yang mempunyai
andil lebih besar dalam menentukan masa depan seseorang.
Aliran konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan
perkemangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat
atau pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman atau pendidikan. Inilah yang
di sebut teori konvergensi. (Convergentie : penyatuan hasil, kerjasama mencapai
satu hasil. Konvergeren : menuju atau berkumpul pada satu titik pertemuan).
4. Proses pendidikan erat kaitannya
dengan manusia. Subjek pendidikan adalah manusia. Oleh karena itu, pendidik
harus memahami hakikat manusia agar proses pendidikan yang dilakukan menjadi
terarah sesuai dengan tujuannya.
Pendidikan
pada awalnya adalah upaya manusia untuk memperlakukan anak keturunan manusia
secara instingtif untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Mendidik secara
instingtif kemudian diikuti oleh upaya mendidik berdasarkan pikiran dan
pengalaman manusia.
Sesuai dengan filsafat pendidikan, terdapat lima pandangan yang dominan, yaitu (1) perenialisme yang meyakini bahwa pengetahuan merupakan dasar pokok dari pendidikan, (2) esensialisme yang memandang fungsi sekolah sebagai lembaga penerus warisan budaya bangsa dan sejarah, (3) progresivisme yang menekankan pentingnya pemberian keterampilan dan alat kepada individu untuk berintegrasi dengan lingkungan yang selalu berubah, (4) rekonstruksionisme yang berpandangan bahwa dalam perkembangan teknologi yang cepat, pendidikan harus mampu melakukan rekonstruksi masyarakat dan membangun tatanan dunia baru selaras dengan perkembangan teknologi tersebut, (5) eksistensialisme yang menghormati martabat manusia sebagai individu yang unik dan memperlakukan individu yang unik sebagai pribadi.
Sesuai dengan filsafat pendidikan, terdapat lima pandangan yang dominan, yaitu (1) perenialisme yang meyakini bahwa pengetahuan merupakan dasar pokok dari pendidikan, (2) esensialisme yang memandang fungsi sekolah sebagai lembaga penerus warisan budaya bangsa dan sejarah, (3) progresivisme yang menekankan pentingnya pemberian keterampilan dan alat kepada individu untuk berintegrasi dengan lingkungan yang selalu berubah, (4) rekonstruksionisme yang berpandangan bahwa dalam perkembangan teknologi yang cepat, pendidikan harus mampu melakukan rekonstruksi masyarakat dan membangun tatanan dunia baru selaras dengan perkembangan teknologi tersebut, (5) eksistensialisme yang menghormati martabat manusia sebagai individu yang unik dan memperlakukan individu yang unik sebagai pribadi.
Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Bukti paling kongkrit yaitu manusia memiliki
kemampuan intelegesi dan daya nalar sehingga manusia mampu berifikir, berbuat,
dan bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengembangan sebagai
manusia yang utuh. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk
Tuhan lainnya. Dalam kaitannya dengan perkembangan individu, manusia dapat
tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu
bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan
Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Sampai sekarang telah berkembang konsepsi yang telah menjadi landasan bagi penetapan kebijakan pendidikan di Indonesia, yaitu :
1. pendidikan berlangsung seumur hidup;
2. pendidikan bersifat semesta, menyeluruh, dan terpadu;
3. pendidikan adalah bagian dari kebudayaan dan masyarakat.
Dilihat dari prosesnya, pendidikan berlangsung sepanjang hayat seseorang, sejak lahir sampai mati. Walaupun ada pandangan bahwa pendidikan hanya berlangsung sampai seseorang menjadi dewasa atau sampai pada saat seseorang mampu bertanggung jawab pada dirinya sendiri, pada dasarnya kedua pandangan ini tidak bertentangan karena kedua teori tersebut sama-sama mengakui adanya pendidikan sepanjang hayat.
Berdasarkan konsep ini, hakikat pendidikan adalah :
a. Pendidikan adalah pertolongan atau pengaruh yang diberikan seseorang yang bertanggung jawab kepada anak agar menjadi manusia dewasa. Pendidikan adalah suatu kehidupan bersama dalam satu kesatuan tritunggal ayah- ibu- anak dimana terjadi pemanusiaan anak melalui proses pemanusiaan diri sampai menjadi manusia purnawan.
b. Pendidikan berati pemasukan anak ke dalam alam budaya atau juga masuknya budaya ke dalam anak. Pendidikan merupakan hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak dimana terjadi pembudayaan anak melalui proses sehingga akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawan.
c. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai dengan melalui proses akhirnya dia bisa melaksanakan sendiri sebagi manusia purnawan.
Dalam pendidikan proses pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai tidak dapat dipisah-pisahkan. Keberadaan manusia yang lemah menjadi dasar pandangan bahwa manusia dapat atau perlu dididik. Proses memanusiakan ini adalah proses yang kompleks.
Sampai sekarang telah berkembang konsepsi yang telah menjadi landasan bagi penetapan kebijakan pendidikan di Indonesia, yaitu :
1. pendidikan berlangsung seumur hidup;
2. pendidikan bersifat semesta, menyeluruh, dan terpadu;
3. pendidikan adalah bagian dari kebudayaan dan masyarakat.
Dilihat dari prosesnya, pendidikan berlangsung sepanjang hayat seseorang, sejak lahir sampai mati. Walaupun ada pandangan bahwa pendidikan hanya berlangsung sampai seseorang menjadi dewasa atau sampai pada saat seseorang mampu bertanggung jawab pada dirinya sendiri, pada dasarnya kedua pandangan ini tidak bertentangan karena kedua teori tersebut sama-sama mengakui adanya pendidikan sepanjang hayat.
Berdasarkan konsep ini, hakikat pendidikan adalah :
a. Pendidikan adalah pertolongan atau pengaruh yang diberikan seseorang yang bertanggung jawab kepada anak agar menjadi manusia dewasa. Pendidikan adalah suatu kehidupan bersama dalam satu kesatuan tritunggal ayah- ibu- anak dimana terjadi pemanusiaan anak melalui proses pemanusiaan diri sampai menjadi manusia purnawan.
b. Pendidikan berati pemasukan anak ke dalam alam budaya atau juga masuknya budaya ke dalam anak. Pendidikan merupakan hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak dimana terjadi pembudayaan anak melalui proses sehingga akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawan.
c. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai dengan melalui proses akhirnya dia bisa melaksanakan sendiri sebagi manusia purnawan.
Dalam pendidikan proses pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai tidak dapat dipisah-pisahkan. Keberadaan manusia yang lemah menjadi dasar pandangan bahwa manusia dapat atau perlu dididik. Proses memanusiakan ini adalah proses yang kompleks.
Pada
dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara
tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna
yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan
lingkungannya. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan tersebut
secara eksplisit dapat dilihat pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang
berkaitan dengan undang-undang tersebut
0 komentar:
Post a Comment